Kasak-kusuk Dibelakang Pertemuan Gus Dur Dengan Clinton

Kasak-kusuk Dibelakang Pertemuan Gus Dur Dengan Clinton

Klik gambar untuk melihat versi besar.
BERITA TANAH AIR
-Gus Dur Keturunan Tionghoa
- Perlu Dicabut Aturan Langgar HAM WNI Keturunan
-Pasar Glodok kembali ke Arsitektur Tiongkok

LOCAL NEWS
-HRI Bertemu Gus Dur
-Kasak-kusuk pertemuan Gus Dur dan Clinton
-Press Release KBRI: Presiden RI & AS
- Bersama Mari Pangestu
-Indonesian Transitions

POLITIK
-
Habibie Gagal, Daerah- daerah tuntut merdeka

OPINI
- Kultus-isme di Indonesia

BUDAYA & TRADISI
-Perahu Pinisi

IMMIGRASI
Public Charge & Benefits

ENGLISH
-Jakarta may reopen probes into may98 riots

KOMIK
-Jawara

JENAK JENAKA
-Pintu Surga Rusak dan Hobi KKN



Indonesia Media - Christianto Wibisono melaporkan baru saja dia mengikuti jumpa pers Presiden Gus Dur di halaman Gedung Putih selesai menga-dakan pembicaraan selama satu jam dengan Presiden Clinton. Tepat pukul 13.00, Jumat siang waktu Washington DC dan setelah itu Presiden Gus Dur terbang ke Salt Lake City untuk pengobatan mata. Sejam kemudian tuan rumah Bill Clinton juga segera tinggal landas dari Andrews Airforce Base yang sama untuk mulai lawatan 10 hari ke negara-negara Eropa Timur.
Dalam jadwal yang disusun hari Jumat, 5 November untuk minggu kedua November ini, memang tidak tercantum acara pertemuan Gus Dur-Clinton. Kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk menguraikan kisah di balik permainan "poker’’ Indonesia-AS yang mendebarkan selama 5 hari.
Presiden Gus Dur mengawali jabatan ke-presidenannya dengan berteriak lantang bahwa ia akan berkunjung ke Beijing, China sebagai negara pertama di luar ASEAN yang dikun-jungi. Tapi ia juga memberi indikasi bahwa tetap memerlukan AS (baca modal AS di Wall Street yang didominasi Yahudi) dengan melakukan terobosan membuka hubungan dagang, ekonomi, bisnis dengan Israel.
Jurus Ciganjur yang membingungkan
Pemerintah AS terkesima dengan jurus silat Ciganjur yang kreatif ini. Dan sebagian dari kelompok birokrat konvensional yang merasa tersinggung, tentu saja menganggap jurus pencak silat yang meremehkan dan melecehkan AS itu harus dibalas. Masak mau ketemu Presiden AS nyelonong dalam tempo 5 hari, suatu hal yang mustahil sebab jadwal Gedung Putih memerlukan waktu bulanan untuk menyusun.
Kenapa Presiden Indonesia yang malah sudah menyatakan berkiblat ke Beijing, sekarang mendesak bertemu Presiden AS? Biarkan saja, tidak usah diterima, biar kapok, dikasih pelajaran. Karena itu, jalur diplomasi resmi Deplu-State Department dan KBRI macet, baik karena hambatan psikologis itu maupun memang secara teknis permintaan appointment tersebut dianggap terlalu mendadak. Padahal, Gus Dur telanjur ngomong di Singapura bahwa ia akan bertemu Clinton sambil berobat mata di Salt Lake City.
Jumat malam waktu DC, Bung Christianto menerima telepon dari Dubes RI untuk Singapura, Luhut Panjaitan bahwa kita harus all out untuk menembus jalan buntu diplomasi resmi. Chris katakan bahwa dia bukan James Riady dan masih hijau dalam percaturan politik di Washington DC. Luhut menyatakan bahwa James Riady kan justru masih disorot karena Lippogate dana kampanye Clinton.
Jadi, barangkali juga kurang efektif karena Clinton tentu harus ‘’menjaga jarak’’ untuk memelihara citra Partai Demokrat. Maklum, dalam minggu minggu terakhir ini, justru skandal John Huang dan Charlie Trie merebak lagi dengan isu dana kampanye 1 juta dolar AS dari John Huang selaku wakil Li ppo untuk Partai Demokrat.
Ketika itu sudah hampir tengah malam, Christianto Wibisono menelepon Dubes Dorodjatun Kuntjorojakti, dan memang secara formal sudah putus asa karena jadwal yang mesti dibicarakan oleh National Security Council sudah ditutup untuk seluruh bulan November, sebab Clinton akan ke Eropa Timur dari tanggal 12 sampai 23 November.
Wolfowitz-Holbrooke
Di tengah malam seperti itu, memang hanya jalur informal yang bisa bermanuver secara gerilya, namun harus jeli memilih sasaran. Bung Chris menelepon Paul Wolfowitz, mantan Dubes AS di RI, yang merupakan calon kuat Menteri Pertahanan, jika George W Bush menjadi Presiden AS tahun 2001-2004. Christianto berdialog dengan Paul Wolfowitz hampir setengah jam. Beliau katakan bahwa di zaman internet dan instant communication ini adalahridiculous kalau kita masih memakai ritme diplomasi tahun 1950-an.
Dan dia katakan pula bahwa Presiden Gus Dur yang memberi isyarat ingin bertemu Presiden Clinton secara informal, sebe-narnya menyatakan AS tetap merupakan partner utama RI. Tapi karena ia harus menampung gelombang nasionalisme yang sedang bergejolak akibat pengucilan RI da-lam dampak kasus Timtim, maka ia me-ngeluarkan statement bahwa prioritas RI adalah Beijing. Sebagai imbangan dia juga memberi isyarat bahwa masih menghargai AS dan Wall Street dengan mengeluarkan jurus terobosan hubungan dagang dengan Israel.
Ini adalah suatu terobosan yang mirip terobosan Kissinger dan Nixon ke China untuk menembus isolasi, sekaligus memainkan kartu segitiga AS-Uni Soviet-RRT. Terobosan ini tentu harus memperoleh tanggapan positif dan jangan dilecehkan atau di-cuek-kan. Kenapa AS tidak mau memberi muka dan prioritas kepada Presiden Gus Dur untuk terobosan seperti itu? Memang barangkali AS tersinggung, kenapa Gus Dur menyatakan bahwa prioritasnya RRT, sedangkan dana diharapkan dari World Bank, IMF dan AS.
Namun, sebetulnya dengan jurus diplomasi sakit mata, Gus Dur ingin mengatakan, ini saya sebetulnya juga sowan nomor satu ke Washington. Tapi karena kebetulan ada operasi mata, maka sekalian mampir. Memang bisa di-cuek-kan, ‘’ya, kamu operasi mata tidak ada urusan sama saya, kamu kan katanya mau ke China lebih dulu dari pada ke-AS’’.
Christianto mengatakan kepada Wolfowitz, kalau Anda yang pernah lama di Indonesia, bisa mengerti psikologi Gus Dur, dan rakyat Indonesia tentu paham bahwa masalah ‘’muka’’ ini dalam diplomasi bisa berbuntut panjang bagi kedua pihak. Saya ulangi kisah sejarah bahwa Bung Karno sangat tersinggung dan tidak suka dengan AS, karena waktu berkunjung ke Gedung Putih disuruh menunggu sejam di beranda oleh Presiden Eisenhower. Kemudian ternyata CIA membantu separatis PRRI/Permesta di masa Eisenhower.
Jadi Bung Karno keki sekali dengan arogansi AS. Memang akan terobati setelah John Kennedy menerima Bung Karno secara gentleman dan Kennedy mampu mengemong kegenitan Bung Karno sehingga tercipta keakraban. Seandainya John Kennedy tidak meninggal, barangkali bersama Robert Kennedy yang spesial diutus ke Indonesia untuk mencegah konfrontasi Malaysia, Kennedy Brothers bisa menjinakkan Bung Karno dan tidak perlu sampai meledak G-30-S.
Pada pengalaman empiris lain, Menlu AS, John Foster Dulles begitu arogan dan tidak bersedia menerima uluran tangan PM Zhou En Lai dari RRT ketika perundingan Jenewa mengakhiri kolonialisme Prancis di IndoChina dengan pembagian Vietnam atas dua negara Utara dan Selatan. Kelak Zhou En Lai akan menyindir Kissinger bahwa jabatan tangan mereka pada 1972 merupakan jabatan tangan yang mahal dan terlambat hampir 20 tahun. Jabatan tangan yang terlambat itu mengakibatkan Perang Vietnam.
Sekarang, saya katakan kepada Wolfowitz, Gus Dur mengulurkan tangan dan itikad untuk sowan ke Washington DC mendahului Beijing, walaupun memakai agenda informal dan alasan berobat mata. Suatu alasan yang memang objektif dan realistis, namun secara cerdik dipakai untuk menutupi sowan dan ralat atasstatement bahwa Beijing adalah prioritas utama, ujar Christianto.
Dia juga sudah merangkul Israel yang hanya bisa dilakukan oleh Ketua PBNU tanpa dituduh Zionis. Kalau isyarat dan nuansa diplomatik seperti ini tidak bisa dibaca oleh birokrat State Department dan Gedung Putih, maka saya katakan AS tidak akan bisa membantu mengembangkan demokratisasi dan reformasi di Indonesia, demikian tukas Bung Chris.
Karena figur Gus Dur yang demikian kontroversial, memerlukan dukungan untuksurvive di tengah gejolak nasionalisme baru, fanatisme religi dan arus separatisme. Jika Anda melecehkan rencana sowan Gus Dur, maka bisa terjadi arus anti-AS yang akan memerlukan waktu panjang untuk memulihkan. Itu sama dengan mengulangi kesalahan Eisenhower dan Dulles menghadapi Bung Karno pada 1950-an.
Sekarang terserah kepada AS, bagaimana mau memberikan support kepada arus demokrasi di Indonesia yang kreatif dan proaktif seperti Gus Dur, atau AS tersinggung secara arogan karena gaya pencak silat Gus Dur yang terlalu eksentrik. Barangkali juga Anda sebagai calon Menhan dari capres George Bush, bisa meminta George Bush saja yang menemui Gus Dur, kata Christ kepada Wolfowitz..
Dari diskusi setengah jam di tengah malam Minggu itu, Paul kemudian menelepon Richard Holbrooke, Dubes AS di PBB yang setingkat Menteri anggota kabinet. Holbrooke menyatakan State Department memang agak terperangah dengan poros Jakarta-Beijing. Dalam bahasa populer, ini orang bagaimana sih, kalau mau minta duit ke Washington, tapi giliran politik sok mau kiblat ke Beijing. Tapi setelah diskusi panjang lebar, termasuk masalah psikologi politik yang bisa berubah jadi malapetaka, akhirnya Holbrooke sepakat dengan Wolfowitz bahwa harus diusahakan walaupun setengah jam, Gus Dur harus diterima Clinton.
Jadi mulai Minggu itu terjadi kesibukan diplomatik setelah birokrat Washington dibangunkan oleh Richard Holbrooke dari New York untuk menyelipkan Gus Dur dalam acara White House. Setelah itu, jalur resmi Deplu, KBRI dan KBAS di Jakarta sibuk mengulang negosiasi perincian teknis setelah prinsip bahwa Gus Dur harus diselipkan untuk minggu kedua November yang sudah divonis tutup buku oleh jalur resmi. Hasilnya seperti telah Anda ketahui, pertemuan Gus Dur-Clinton akhirnya malah berlangsung lebih dari satu jam dan Clinton sangatimpress dengan performance Presiden Gus Dur.
Chris mengingatkan, jika di masa depan ada pembagian Bintang Mahaputra, maka ketimbang memberikan kepada istri, keluarga dan pembantu (dengan nama keren di Istana), yang norak dan tidak lucu, maka prioritas Bintang Mahaputra harus diberikan kepada orang seperti Paul Wolfowitz dan Richard Holbrooke. Mereka di malam minggu dan akhir pekan, melakukan terobosan diplomasi formal yang telah beku. Mereka memberikan argumentasi dan berdialog sengit, membahas segala dimensi psikologis maupun dampak arogansi dan mis-interpretasi serta distorsi yang bisa timbul dari insiden diplomatik, bila Gus Dur kehilangan muka karena gagal bertemu Clinton.
Chris menyayangkan rumour bahwa jalur swasta yang dipakai Gus Dur adalah Usindo dan Edwards Masters. Saya merasa tidak fair bila terjadi situasi ‘’sapi punya susu, kerbau punya nama’’. Sapinya (Paul Wolfowitz) punya susu (kerja keras), tapi kerbau (Ed Masters, Usindo) punya nama. Memang Usindo mengorganisasikan pertemuan dengan pengusaha Kamis malam, setiba Gus Dur di AS. Tapi menurut saya, andil Paul Wolfowitz dalam mengegolkan pertemuan Gus Dur-Clinton, cukup jelas dan gamblang dan saya merasa cukup penting untuk diungkap kepada khalayak ramai. Sebab di zaman Soeharto, intrik politik mengklaim jasa orang lain sangat rutin dan menjadi tradisi. Jadi, sebelum terlambat dan orang melupakan jasa Paul Wolfowitz, demikian Bung Chris membeberkan kasak- kusuk yang sebenarnya terjadi.
Bintang-bintang Mahaputera
Sebenarnya orang yang pa-ling patut diberi Bintang Mahaputera adalah Christi-anto Wibisono sendiri, sebab tanpa Christianto Wibisono boleh jadi pertemuan Gus Dur dengan Clinton gagal total. Karena pada malam tatap muka dengan Konjen RI yang baru untuk LA, Pak Aang Yamani, tanggal 7 November 1999, disana masih dikatakan tipis harapan Bill Clinton akan bertemu dengan Gus Dur karena kepadatan acara dari Presiden Clinton. Ada satu lagi orang yang harus disemati Bintang Mahaputera yaitu, Dubes Dorodjatun. Mengapa? Karena beliaulah yang bisa berpikir jauh kedepan, sejak dulu beliau selalu berkata, seperti pada pertemuan Permias di M.I.T. dan KJRI – LA , bahwa diperlukan lebih banyak lagi orang-orang Indonesia di AS yang bisa berperan mewakili kepentingan Indonesia. Maka secara langsung dan tak langsung Pak Dorodjatun menyokong "Pluralism" ketimbang teori "Melting Pot" yang tidak lagi populer itu.
Diam-diam Presiden Gus Dur mengi-nginkan Christianto Wibisono untuk pulang ke Indonesia, untuk memberi bantuan pemecahan masalah yang ada di tanah air, hal ini diungkapkan dihadapan wartawan "Bisnis" di Tokyo sewaktu beliau mengada-kan pertemuan dengan Perdana Menteri Miyasawa baru-baru ini. Seperti halnya Menkeu Jepang Miyasawa menekankan jaminan kea-manan untuk pengusaha-pengusaha Tionghoa, adalah merupakan kunci arus balik modal ke Indonesia, maka kiranya Bung Chris juga mempunyai alasan yang sama. (Indonesia Media.)
0 Responses

SILAHKAN PROTES...