Ketika Anak-Anak Dipaksa Jadi Pejuang


Fenomena Tentara Anak (1)

Ketika Anak-Anak Dipaksa Jadi Pejuang

Minggu, 10 Januari 2010 - 09:49 wib
textTEXT SIZE :   
Share
Mantan tentara anak tinggalkan kamp Dudhauli, Nepal (Foto: Daylife)
TENTARA anak bukan muncul ke permukaan pada memanaskan konflik berdarah di Benua Afrika. Sejak zaman dulu, anak-anak digunakan sebagai para petempur yang tangguh dalam konflik bersenjata.

Bahkan bisa dikatakan perang tidak bisa dipisahkan dengan tentara anak. Di mana pun dan kapan pun! Sejarah telah mencatat itu. Awalnya anak-anak secara tidak langsung telah turut serta dalam konflik bersenjata. Pada waktu itu anak-anak hanya dapat dikatakan sebagai penggembira, yakni sebagai penabuh genderang perang. Dari sinilah perkembangan menuju sesuatu yang tidak baik: anak-anak mulai direkrut menjadi kadet sebuah angkatan perang. Pada akhirnya dimulailah babak baru sebuah fenomena anak-anak yang tergabung dalam angkatan perang.

Yang pertama menerapkan pemanfaatan tentara anak adalah Yunani Kuno. Sparta merupakan negara yang didasarkan pada masyarakat militeristik. Tak ayal, anak-anak kecil pun dipaksa keluar dari rumah dan dilatih menjadi militer yang andal. Dengan mengandalkan mitos bahwa orang Sparta adalah pejuang perang menjadi anak-anak semakin semangat. Kemudian Kesultanan Otoman, Turki, pada 1300-an juga dicatat memiliki sejarah terkait tentara anak. Kesultanan Otoman menculik anak-anak lelaki yang beragama Kristen dan mereka dicuci otak agar loyal kepada Sultan, penguasa Kesultanan Otoman. Dengan latihan yang keras, anak-anak itu menjadi unit elite militer di Timur Tengah dan Eropa.

Mereka disebut dengan nama Janissaries. Amerika Serikat pun pernah memanfaatkan anak-anak dalam medan pertempuran. Pada 1861, Presiden Abraham Lincoln mengumumkan bahwa anak-anak lelaki di bawah usia 18 tahun dapat masuk barisan tempur dengan perhatian penuh dari orang tuanya. Setahun kemudian dia melarang tentara anak-anak masuk dalam pasukan perang. Data yang dikeluarkan oleh Human Rights Watch, sekira 300.000 tentara di bawah usia 18 tahun sekarang ini berperang dalam konflik bersenjata di 30 negara.

Sumber lain mengatakan saat ini ada lebih dari 300.000 anak-anak di bawah usia 18 tahun ikut berperang di lebih dari 60 negara. Banyak dari mereka remaja, namun tidak sedikit juga yang baru berusia 10 tahun, bahkan kurang. Mereka kadang bertindak lebih kejam ketika menghadapi lawan-lawannya. Berdasarkan konvensi internasional, tentara anak dilarang. Pasal 38 Konvensi Hak Anak tahun 1989 mewajibkan negara sebagaimana dikatakan di dalam Pasal 77 (2) Protokol Tambahan I meletakkan kewajiban pada para pihak yang terlibat konflik untuk tidak merekrut anak-anak yang belum mencapai 15 tahun ke dalam angkatan bersenjata dan melibatkan mereka secara langsung dalam pertempuran.

Pasal 4 ayat 3 Protokol Tambahan II 1977 Konvensi Jenewa 1949, yang digunakan bagi konflik internal suatu negara, anak-anak yang usianya belum mencapai 15 tahun tidak dapat direkrut ke dalam angkatan perang atau di dalam kelompok-kelompok yang terlibat atau ambil bagian dalam suatu konflik. Pemanfaatan untuk membantu kegiatan konflik bersenjata atau bahkan justru menggunakan anak-anak untuk berada di garis depan suatu konflik bersenjata tidak saja melanggar Hukum Humaniter Internasional tetapi juga melanggar Hukum Internasional, yakni Konvensi Hak Anak (The Convention on the Rights of the Child) yang disetujui Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 20 November 1989.

Kemudian Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 182 tahun 1999 juga memberikan pengaturan mengenai perlindungan anak dalam sengketa bersenjata, khususnya mengenai perekrutan anak untuk digunakan dalam sengketa bersenjata.(Koran SI/Koran SI/mbs)
0 Responses

SILAHKAN PROTES...