Mengenang Geneologi Gus Dur


Mengenang Geneologi Gus DurCetakEmail
Oleh : Abdul Gaffar
Siapa pun tidak bisa melupakan sejarah besar Abdurrahman Wahid (Gus Dur), baik dalam konteks pembangunan keumatan maupun kebangsaan.
Tentu bangsa ini, bahkan dunia, merasa sangat kehilangan dengan wafatnya seorang Gus Dur, sebab termasuk salah satu ponggawa dalam mengurai setiap persoalan bangsa sendiri maupun bangsa-bangsa lain.
Prinsip Gus Dur cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari ini hanya berpikir tentang keumatan. Bagaimana umat di Indonesia yang banyak ini bisa duduk bersama, berperan bersama, dan merasa mendapatkan perlakuan yang sama. Banyak hal yang berhubungan dengan keumatan yang tidak bisa diselesaikan oleh siapa pun karena terkait banyak kepentingan, tetapi Gus Dur berani tampil dan mampu mengurai masalah keumatan dengan baik tanpa takut dicemooh atau disalahkan oleh siapa pun.
Sikap Gus Dur yang berani dan tidak memiliki interes pribadi inilah yang kemudian sangat disenangi, disayangi banyak umat, tokoh agawan dari berbagai agama, bahkan termasuk dunia. Di era Orde Baru, Gus Dur berada paling depan dalam menentang kesewenang-wenangan rezim otoriter. Dia melawan Soeharto dengan gayanya yang khas. Berani, tanpa takut, penuh dengan kritis, namun tetap menghargai Soeharto. Gaya yang penuh kehangatan dan egaliter itu membuat Cendana tetap menghargai Gus Dur.
Sikap Gus Dur yang menghargai siapa pun membuat dia menjadi 'idola' sekaligus bapak semua kalangan. Tentu di mata saudara kita dari etnis Tionghoa, Gus Dur tak akan pernah dilupakan. Sebab, di era pemerintahan Gus Dur, tarian barongsai dan liong yang sempat masuk kotak di era Orba, dibuka seluas-luasnya. Dan yang perlu digarisbawahi, Gus Dur yang menetapkan perayaan imlek menjadi hari libur nasional, serta diakui sebagai bagian bangsa.
Dunia pun patut berterima kasih karena Gus Dur memiliki andil besar dalam diplomasi mendinginkan ketegangan antara Timur dan Barat. Dalam konteks hubungan internasional, Gus Dur mampu mengajak dunia agar bisa saling menghargai kepentingan tiap negara sehingga tidak ada yang merasa superior dan inferior.
Banyak intelektual menjadi peragu dalam mengemukakan pendapat saat era otoritarian, tetapi Gus Dur termasuk salah satu intelektual yang berani berpikir bebas. Meskipun diakui geniologi pemikiran Gus Dur terkadang membuat telinga merah dan negara merasa terganggu, Gus Dur tidak peduli karena merasa apa yang dilakukan adalah misi kesucian.
Memang keberadaan Gus Dur dalam diskursus pemikiran menjadi sangat menarik karena dunia intelektual menjadi sangat bergairah dan bersemangat.Pun di lingkungan internal NU,anak-anak muda NU menjadi kritis dan pemberani karena merasa terinspirasi dengan kiprah Gus Dur. Tidak hanya anak-anak NU, keberadaan Gus Dur juga menyebabkan hubungan Muhammadiyah-NU menjadi cair sampai sekarang.
Langkahnya membela semua kelompok tanpa mengenal batas ras, agama, dan etnis itu, kadang-kadang membuat sejumlah tokoh Islam lain menganggap langkah Gus Dur kebablasan. Mantan ketua umum PB Nahdlatul Ulama itu kadang dianggap melawan arus besar. Pikirannya dianggap kontroversial dan menyimpang dari kebiasaan. Tapi, Gus Dur tetap teguh dengan keyakiannnya. Itulah yang membuat dia begitu disegani.
Ribuan anak-anak muda NU yang pro demokrasi selalu berada di belakang Gus Dur. Begitupun, kyai-kyai NU di berbagai daerah masih setia di belakang Gus Dur. Memang sikap dan pemikiran Gus Dur seringkali kontradiktif dengan sebagian besar umat Islam. Namun, umat Islam khususnya kalangan santri muda tidak begitu mudah melupakan geneologi seseorang. Mereka masih menganggap Gus Dur sebagai panutan berdasarkan garis keturunan pendiri NU yaitu K. Hasyim Asy’ari.
Dengan demikian, selama keberadaan Gus Dur memiliki kontribusi besar dalam pembangunan bangsa. Terutama, dalam persoalan sosial-politik. Taruhlah, posisi Gus Dur sangat jelas sebagai Presiden Keempat RI yang sering menempatkan diri sebagai orang terdepan dalam memecahkan kebuntuan hubungan politik, baik antar partai politik maupun antara partai politik dan negara.
Kini pemimpin besar itu telah pergi untuk selamanya. Semua orang menangis. Semua orang saat ini merasa kehilangan. Tak hanya warga Nahdliyin atau umat Islam yang meneteskan air mata. Golongan lain pun kini merasa kehilangan. Saudara-saudara dari semua elemen. Seperti, etnis Tionghoa telah kehilangan tempat curhat dan mengadu.
Saudara kita yang berkeyakinan kristiani, Buddha, dan Hindu juga menjadikan Gus Dur panutan. Semuanya melambaikan tangan perdamai an keabadian yang telah diperoleh berkat jasa-jasa Gus Dur. Semuga Tuhan masih mengutus kembali orang seperti Gus Dur (Gus Dur baru).
Penulis adalah Kolumnis dan Kepala Riset Kajian Sosial pada The Banyuanyar Institute
0 Responses

SILAHKAN PROTES...