(PLTN Muria) Diplomasi Nasi Rawon ala Kusmayanto


(PLTN Muria) Diplomasi Nasi Rawon ala Kusmayanto


  • Dari Harian Media Indonesia, Kamis, 8 Mei 2008

  • Foto Gus Dur kala menjadi Presiden RI
    “PEMBANGUNAN Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) jalan terus. Saya sudah mempersiapkan kajian, sumber daya manusia, dan segala macam yang dibutuhkan untuk PLTN,” Kata Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman saat berbicara pada executive meetingdengan para pemegang izin pemanfaatan sumber radiasi pengion, di kantor Badan Pengawas Tenaga Nuklir di Jakarta, kemarin.
    Ucapan itu dikemukakan ketika hadirin yang berasal dari kalangan penguasha menanyakan tindak lanjut pembangunan PLTN Muria di Jepara, Jawa Tengah.
    Bagi Kusmayanto, pembangunan PLTN sangat penting apalagi saat ini krisis energi telah mengancam Indonesia, akibat kenaikan harga minyak dunia.
    Bahkan bila dirunut ke belakang, lanjut Kusmayanto, istilah nuklir telah ada sejak masa Presiden Soekarno. “Waktu itu, Bung Karno melihat nuklir dari sisi positif. Maka, dibangunlah reaktor nuklir riset di Bandung, Yogyakarta, dan terakhir di Serpong”.

    Namun, kasus PLTN itu menjadi sangat politis manakala sudah menyangkut urusan wilayah. Kusmayanto pun berucap bahwa pro dan kontra yang terjadi di masyarakat lebih disebabkan pada wilayah pembangunan PLTN.
    “Banyak yang sudah setuju pembangunan PLTN itu. Masyarakat pun setuju. Tapi ketika berbicara soal lokasi pembangunan PLTN, barulah diributkan. Selalu di akhir diskusi dikatakan, ‘…tapi jangan di kampung halaman saya.’” Ujarnya.
    PErjalanan Kusmayanto Kadiman bersama tim dari Badan Tenaga Nuklir Nasional maupun Badan Pengawas Tenaga Nuklir tidak putus dirundung demo penolakan.
    Saat mereka berkunjung ke Muria, lokasi pembangunan PLTN beberapa bulan lalu, ia disambut aksi penolakan baik dari George Aditjondro maupun Abdurrahman Saleh (Gus Dur) bersama Yenny Wahid. Dukungan LSM maupun masyarakat yang menolak kehadiran PLTN mengalir di belakang Gus Dur.
    Namun Gus Dur pun memiliki nilai jual tinggi dalam pemberitaan di media massa soal kasus penolakan keberadaan PLTN di Muria. Meski bersitegang, Tuhan pun mempertemukan Gus Dur dengan Kusmayanto.
    Tanpa sengaja, saat pulang dari Jepara menuju ke Semarang untuk bertolak ke Jakarta, Kusmayanto bertemu dengan Gus Dur bersama putrinya di ruang tunggu bandara. “Semua gara-gara pesawat delayed,” kata Kusmayanto sambil tersenyum.
    Ia kemudian menawarkan Gus Dur semangkuk rawon. Dengan makan bersama, suasana diharapkan menjadi cair. Kedua tokoh yang tadinya berhadapan saat berada di Jepara kini duduk satu meja sambil tertawa terkekeh-kekeh, karena banyak cerita lucu yang dibahas di situ.
    Kemudian, Kusmayanto mengeluarkan selembar surat dan dibacakan di depan Gus Dur. “Itu surat apa?” tanya Gus Dur. “Ini surat yang berisikan permohonan pemerintah Indonesia untuk Direktur International Atomic Energy Agency (IAEA) El-Baradei, agar membantu Indonesia dalam pembangunan PLTN”, Jawab Kusmayanto.
    Sambil menyedok nasi rawon, Gus Dur bertanya lagi, “Siapa yang menandatangani surat?” Kusmayanto langsung sigap menjawab, “Gus Dur sendiri, saat masih menjadi Presiden Republik Indonesia.”
    Suasana sempat hening. Kusmayanto pun berharap hubungannya mencair setelah kasus di Jepara. Tiba-tiba Gus Dur menjawab, “Lha, kuwi mbiyen, saiki wis bedo (Itu dulu, sekarang beda),” jawab Gus Dur. (Siswantini S/H-2)
    0 Responses

    SILAHKAN PROTES...